Di tengah krisis multidimensi yang menimpa bangsa ini, mulai dari krisis moral, krisis ideologi, krisis ekonomi, dan lain sebagainya, manusia secara tidak langsung diminta untuk memiliki kesabaran tingkat tinggi. Baik sabar dari rasa takut, rasa lapar, kekurangan harta benda, maupun sabar dari musibah yang kerap menjadi polemik di masyarakat.
Sebagaimana diinterpretasikan dari surah Al Baqarah pada ayat 155-157, kehidupan manusia selalu berubah-ubah. Roda kehidupan selalu berputar.
Terkadang kita mengalami kemudahan, terkadang juga mengalami kesulitan. Di suatu waktu kita bisa bersedih, di saat lain kita tiba-tiba menjadi gembira.
Semua dinamika ini sebagai ujian dari Allah SWT agar iman umat islam menjadi lebih terkonstruksi, sehingga kedekatan kita kepada Allah juga semakin bertambah.
Dalam Kitab Matan al-Kharidah al-Bahiyyah, Syekh Ahmad Dardir mendendangkan sebuah syair, dan bersyukurlah atas nikmat-nikmat Allah, dan bersabarlah atas cobaan-cobaan-Nya”.
Qasidah tersebut menjelaskan tentang tugas manusia agar pandai bersyukur atas karunia Allah. Karunia yang diberikan lantas tidak membuat manusia terlena untuk menggunakan nikmat tersebut secara baik dan benar.
Begitu pula sebaliknya, ketika kita diberi cobaan oleh Allah, maka tugas kita adalah bersabar. Kita harus selalu berhusnudzan kepada Allah dan menyakini bahwa Allah akan memberikan kemudahan atas setiap kesulitan.
Di sisi lain, saat ini di antara orangtua kita mungkin ada yang memiliki mata pencaharian sebagai petani. Ketika musim panen tiba, banyak yang mengalami kegagalan. Dari mereka juga ada yang sukses panen, namun harga jualnya tidak sesuai harapan.
Saat ini pun banyak pelajar atau mahasiswa yang sedang sibuk menimba ilmu.Namun mereka kerap diuji dengan hasil nilai yang kurang sesuai ekspektasi. Ada pula pedagang yang ditipu orang. Hal tersebut bisa saja menimpa kita. Di saat-saat demikian, kita tetap harus menata hati untuk memposisikan Allah pada prasangka yang selalu baik.
Dalam Hadits Qudsi disebutkan, Aku itu berada pada posisi dugaan hamba-Ku kepada-Ku. Berdasarkan hadits tersebut, jika kita meyakini Allah tidak akan bisa menyelesaikan masalah, maka masalah kita pun tidak akan kelar.
Apabila kita yakin bahwa Allah bisa menyelesaikan urusan yang menurut ukuran kita itu sangat rumit, Allah pun akan menyelesaikan problem tersebut dengan skenarionya yang lebih indah.
Oleh karena itu, solusi terbaik dalam menghadapi kesulitan hidup adalah optimisme. Optimisme merupakan sumber keilmuan dari berbagai aspek. Sikap optimis adalah memandang masa depan dengan penuh harapan diiringi dengan perbuatan masa sekarang yang sesuai dengan harapan masa depan tersebut.
Namun seringkali muslim mudah putus asa saat menemui sedikit saja kesulitan hidup. Cara memotivasi agar tetap optimis dan tidak putus asa yakni dengan meresapi sabda Rasulullah SAW, Sebaik-baik ibadah adalah menanti kegembiraan.
Dalam sabda Rasulullah SAW tersebut, optimisme menyambut datangnya kebahagiaan merupakan ibadah yang agung.
Apabila semua umat muslim di muka bumi ini berputus asa, maka tidak ada yang mau berusaha. Padahal putus asa merupakan suatu hal yang harus kita hindari.
Lawan kata putus asa adalah optimisme yang merupakan bentuk keyakinan tangguh untuk menghadapi dilematisasi kehidupan.
Maka dari itu, mari kita bangun optimisme sembari membenahi kekurangan-kekurangan yang ada pada diri kita. Kita evaluasi sikap dan kinerja kita dengan tetap mengutamakan doa, serta bermunajat kepada Allah SWT dengan istiqomah.
Mari senantiasa melaksanakan shalat malam agar masalah kita diselesaikan oleh Allah dengan cara-Nya yang indah. Insyaallah kita akan diberikan jalan keluar dari beragam krisis tersebut. Aamiin.
Tulisan diambil dari isi khutbah Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag.