“Perjalanan hidup kita masih panjang, di Dunia sekarang ini hanya singgah sementara saja. Dan kesuksesan yang hakiki ialah ketika meraih ridlo dan rahmat Allah SWT dengan surga-Nya.”

– Romo KH. Ahmad Izzuddin (Pengasuh Pondok Pesantren Life Skill Daarun Najaah)

Hubungan antara kiai dengan santri tidak putus saat mondok saja. Walau sudah boyong harus tetap berkomunikasi dan ketawadhu’an terhadap kiai dibawa sampai anak – cucu. Hubungan seorang santri dengan kiainya akan terus bertahan hingga akhir hayat, bahkan seringkali seorang kiai dilibatkan sebagai pertimbangan dalam memutuskan sebuah keputusan. Misalnya saat memilih pekerjaan, seorang santri begitu percaya kepada kiai sehingga meminta arahan dan do’a restu mengenai pekerjaan yang baik untuknya.

Tak berhenti sampai disitu, konsep berkah yang diajarkan oleh kiai sangat bermanfaat untuk kehidupan yang akan datang. Konsep berkah disini maksudnya adalah melakukan sesuatu dengan tulus dan ikhlas. Apabila diberikan amanah, maka harus segera dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Apabila dilarang, maka jangan lakukan. Kuncinya adalah “Nggih Pak Yai”, dan manut marang kiai, Insya Allah keberkahan akan selalu mengiringimu.

“Nderekake kiai, jadi santri yang benar tidak hanya berhenti atau putus saat boyong, karena perjalanan hidup tidak cukup bahagia di dunia, melainkan perlu bahagia juga di akhirat kelak sebagai kebahagiaan yang hakiki.” ujar Romo KH. Ahmad Izzuddin, M. Ag. (Pengasuh Pondok Pesantren Life Skill Daarun Najaah) saat memberikan pengarahan kepada santrinya.

“Jika sudah boyong, jangan lupakan pondok. Dan jangan sebut kamu sebagai alumni, bagaimanapun kamu tetaplah santri Life Skill Daarun Najaah.” lanjut beliau.

Tidak ada mantan santri, begitu pun mantan kiai. Santri tetaplah santri, sampai kapanpun. Inilah yang menjadi prinsip pondok pesantren, hubungan antara santri dan kiai tidak akan putus. Sebagai santri, janganlah melupakan dari mana kita dapat meraih kesuksesan.

“Model pesantren yang ada di Pondok Pesantren Life Skill Daarun Najaah mengajarkan saya untuk taat pada guru. Bentuk pengabdian yang saya lakukan selama ini adalah berkomunikasi dengan baik dan memohon do’a kepada orang tua dan guru sehingga saya belajar dari adanya perintah dan saran orang tua dan guru saya. Termasuk ketika saya bisa menyelesaikan S1, S2, dan S3 saya di universitas yang sama, yakni UIN Walisongo Semarang, adalah saran dari guru saya atau kiai saya di Pondok Pesantren Life Skill Daarun Najaah, beliau Dr. KH. Ahmad Izzuddin, M.Ag. Selain itu banyak motivasi beliau yang menginspirasi saya untuk bekerja dengan ikhlas dan cerdas.” kata Dr. Anisah Budiwati, M.S.I. (Santri Life Skill Daarun Najaah yang sekarang menjadi dosen Ilmu Falak di Universitas Islam Indonesia (UII Yogyakarta)

“Kami sungguh bersyukur menjadi santri Pak Yai yang sangat peduli sekaligus menjadi orang tua dan guru kami. Justru kami yang harus memohon maaf atas kesalahan kami. Berkat arahan dan bimbingan Pak Yai, kami memahami makna kehidupan dan berbagai ilmu. Kami tidak bisa membalas segala kebaikan Pak Yai sekeluarga, sehingga kami terus berdoa dan berusaha untuk berjuang bersama dengan Pak Yai. Kami pun terus memohon do’a dan memohon maaf.” ucap Luthfi Adnan Muzammil, S.Pd.I. (Santri Life Skill Daarun Najaah yang sekarang menjadi guru di Bogor)

“Dari lubuk hati yang paling dalam kami sangat senang. Kami bersyukur kepada Allah, pak yai peduli dan lahir bathin mengantarkan kami, tidak tanggung-tanggung sampai kami benar-benar lolos.” lanjutnya.

“Saya pribadi sangat berterima kasih dan merasa menjadi orang yang beruntung karena kesempatan telah membawa saya berjumpa dan ngangsu kawruh kehidupan di Life Skill Daarun Najaah. Selalu terkhusus do’a di setiap salat untuk pak yai sekeluarga dan santri Life Skill Daarun Najaah. Mohon arahan dan bimbingannya selalu pak yai.” ucap Nazla Nurul Faiqoh, S.H. (Santri Life Skill Daarun Najaah)

Romo Kiai Izzuddin sering berpesan, “kalau kaya ingat saya, kalau miskin lupakan saya.” Jangan memaknai kalimat tersebut sebagai kalimat yang negatif. Beliau hanya menginginkan seluruh santrinya menjadi seorang yang kaya. Bukan soal kaya harta saja, namun juga kaya hati dan kaya ilmu pengetahuan. Karena beliau tak henti-hentinya memantau, memberikan arahan, motivasi hidup, dan juga semangat kepada santrinya untuk tidak mudah putus asa.

Beliau pun selalu mendo’akan santri-santrinya.

“Walau jauh, kalau ada musibah yang menimpa santri-santri saya, saya pasti mendo’akan, ikut bersedih, dan menangis. Maka dari itu, kalau mendapatkan nikmat jangan lupa dengan pondok.” pesan beliau.

“Jangan jadi santri yang kalau belum menjadi apa-apa meminta do’a dan dukungan, tetapi kalau sudah jadi banyak yang melupakannya. Naudzubillah” tegasnya.

Selain memberikan pengarahan, beliau selalu berterima kasih kepada santri karena masih bisa mengendalikan dan tetap mau peduli dengan pondok. (mldnrn)