Tidak lama lagi, bulan Zulhijah 1440 Hijriah akan segera meninggalkan kita dan berganti dengan bulan Muharam 1441 Hijriah. Pergantian bulan Kamariah selalu menjadi hal menarik bagi para akademisi maupun praktisi ilmu falak, meskipun tidak sespektakuler tiga bulan sensitif, Ramadan, Syawal dan Zulhijah. Hal demikian dikarenakan setiap bulan terdapat amalan sunnah bagi umat Islam, seperti berpuasa pada ayyam al-bidl, waktu di mana cahaya Bulan tampak sangat terang, yaitu tanggal 14, 15 dan 16.
Pintu masuk pergantian bulan Kamariah dalam dunia ilmu falak selalu ditandai dengan peristiwa konjungsi. Konjungsi atau yang dalam literatur falak pesantren dikenal dengan istilah ijtima’ adalah suatu peristiwa di mana Bulan dan Matahari berada dalam satu garis ekliptika yang sama. Mudahnya, saat nilai Thul Qamar/Apparent Longitude Bulan (ALB) sama dengan nilai Thul al-Syams/ Ecliptic Longitude Matahari (ELM). Data ALB dan ELM dapat dengan mudah diketahui dari data-data astronomis yang beredar, seperti Ephemeris Hisab Rukyat Kementerian Agama RI atau dihitung dengan formula astronomi.
Secara hisab astronomis dengan metode Kitab Addur al-Aniq karya Kiai Ahmad Ghazali Madura, konjungsi akhir bulan Zulhijah 1440 Hijriah terjadi pada hari Jum’at Pahing, 30 Agustus 2019, pukul 10:38 UT atau 17:38 WIB. Terjadinya konjungsi bukan satu-satunya elemen dalam pergantian bulan Kamariah. Ada beberapa elemen lain yang tidak kalah pentingnya, seperti waktu Matahari terbenam dan ketinggian hilal. Waktu terjadinya konjungsi harus disandingkan dengan waktu Matahari terbenam di suatu lokasi. Adapun waktu Matahari terbenam pada tanggal 29 Zulhijjah 1440 Hijriah dengan lokasi Balai Rukyat NU, Bukit Condrodipo Gresik adalah 17:30 WIB. Berdasarkan data hisab tersebut, konjungsi akhir Zulhijah 1440 Hijriah terjadi setelah Matahari terbenam (ijtima’ ba’da al-gurub). Menurut teori astronomi, jika konjungsi terjadi setelah Matahari terbenam, maka hilal berada di bawah ufuk (bernilai negatif)/belum tawallud. Hal demikian juga disitir oleh Muhammad Mansur al-Batawi dalam karya monumentalnya, Sullam al-Nayyirain.
Menurut hasil hisab kontemporer, tinggi hilal di wilayah Indonesia Timur (Papua) berkisar -1° (di bawah ufuk), sedangkan untuk wilayah Indonesia Barat (Banda Aceh) berkisar 0° 28’. Meskipun ketinggian hilal untuk Indonesia Barat di atas ufuk (positif), tapi belum memenuhi kriteria visibiltas hilal (imkan al-ru’yah). MABIMS mensyaratkan ketinggian hilal mungkin dirukyat minimal 2° dengan elongasi 3°. Namun, bagaimana pun juga, hasil hisab tersebut harus tetap diverifikasi dengan rukyat hilal pada tanggal 29.
Pergantian bulan Kamariah yang disepakati dalam literatur fikih ditempuh dengan dua cara, yaitu rukyat hilal dan menyempurnakan bulan sebelumnya (istikmal). Jika hilal berhasil dirukyat pada tanggal 29, maka pada malam itu juga masuk awal bulan baru. Namun, jika hilal tidak berhasil dirukyat, maka bulan yang berjalan tersebut harus digenapkan 30 hari (istikmal). Berdasarkan laporan rukyat hilal pada Jum’at Pahing, 29 Zulhijah 1440 Hijriah/30 Agustus 2019 Masehi dari beberapa titik lokasi rukyat di Indonesia, hilal Muharam 1441 Hijriah tidak berhasil dirukyat, sehingga bulan Zulhijah 1440 Hijriah diistikmalkan menjadi 30 hari. Oleh karena itu, 1 Muharam 1441 Hijriah bertepatan dengan Ahad Wage, 1 September 2019 Masehi. Wallahu A’lam.
Oleh : Fathurrozi, S.H